tugas semester Hukum pranata pembangunan





KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kami panjatkan ke Hadirat Tuhan YangMaha Kuasa, oleh karena panyertaan-Nya lah makalah ini dapat kamiselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini dibuat dalam rangka penyusunan dan penyelesaian Tugas Besar Hukum Pranata Pembangunan.
Penulis tidak lupa mengucapkan Terima Kasih kepada dosen matakuliah dan pihak dosen yang telah dengan sabar membimbing kami dalammenyelesaikan tugas makalah ini. Ucapan Terima Kasih juga kamiucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa sekalian, yang juga sudah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Besar harapan kami agar kiranya makalah ini dapat berguma bagiorang-orang yang membaca makalah ini, sebagai dasar pengetahuan mengenai aturan-aturan hukum dalam  membuat dan merencanakan bangunan. Kami menyadari ada banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat konstruktif demikelancaran dalam pembuatan makalah ini.

Manado,  januari 2011
Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan pembangunan memiliki empat unsur pokok, adalah manusia, kekayaan alam, modal, dan teknologi. Pembangunan sebagai suatu sistem yang kompleks mengalami proses perubahan dari yang sederhana sampai dengan yang rumit/kompleks. Proses perubahan tersebut mengalami perkembangan perubahan cara pandang, beberapa cara pandang tersebut adalah pertumbuhan (GROWTH), perubahan strukutr (STRUCTURAL CHANGE), ketergantungan (DEPENDENCY), pendekatan sistem (SYSTEM APPROACH), dan penguasaan teknologi(TECHNOLOGY).

Arsitektur adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang keterkaitan antara manusia dengan lingkungan binaan-nya, dan ruang adalah wujud manifestasi dari manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada tiga aspek penting dalam arsitektur, yaitu : firmitas (kekuatan atau konstruksi), utilitas (kegunaan atau fungsi), dan venustas (keindahan atauestetika).

Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara(teknik) dan tahapan (metoda) untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Secara hirarki dapat disebutkan ‘ruang tidur’ ruang untuk istirahat sampai dengan ‘ruang kota’ ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam, ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalah adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah ke-pranata-an ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGANTAR HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
1.  PENGERTIAN HUKUM PRANATA
Pengertian Hukum Pranata
Hukum terdiri dari kaidah-kaidah atau peraturan dan institusi atau pranata untuk melaksanakan kaidah tersebut.Hukum bertujuan untuk keadilan ? Hukum tidak selalu menjamin keadilan. Namun dapat dipastikan dapat memberi ketertiban.
Kaidah/Norma adalah anggapan yang ada pada masyarakat tentang sesuatu yang benar atau salah, baik atau buruk, boleh atau tidak boleh.
Norma adalah inti yang sedalam-dalamnya dari hukum yang berupa ketentuan hukum, agama, susila, kesopanan (norma sosial)
Perbedaan pelaksanaan Norma sosial dengan hukum Positif terletak pada :
-Pemaksaan dengan sangsi
-Jenis yang diatur (fisik dan nonfisik)

Mengapa ada hukum ?
Subjek (yang terkena hak dan kewajiban) dalam hukum adalah Manusia dan Badan Hukum sedang Objeknya adalah segala sesuatu yang dibahas dalam hukum selain subjek hukum.
Mengapa muncul hukum? Dari mana sumbernya ?
Manusia adalah makhluk kompleks yang memiliki banyak keinginan, kebutuhan, kepentingan dan sebagainya. Semua itu perlu di arahkan agar tidak terjadi benturan, kesimpangsiuran dan kebuntuan. Hidup yang teratur itu sendiri sebenarnya juga merupakan kebutuhan mendasar yang tidak bisa dihilangkan.
Secara hakikat, manusia mendasarkan pemroduksian hukum dengan upaya akalnya.
Sigmund Freud > mengemukakan teori:  ID > EGO > SUPEREGO
Perilaku adalah wahana pencetusan Ego dan ID. SuperEgo adalah Ego yang mencuat/berlebihan. Ia berada dalam Ego.
ID          : Sumber primer dari entitas rohani, tempat berkumpulnya naluri. Ia tidak diperintah oleh akal. Dengan ini manusia didorong untuk  mencapai keinginan-keinginan naluri, biasanya untuk kesenangan. Jadi ia merupakan dorongan paling mendasar.
EGO         : Hubungan timbal balik antara manusia dengan dunia pelaksana  kepribadiannya. Ego dapat merupakan Perintah dan kontrol ID dan Superego. Ego lebih dikuasai oleh   prinsip-prinsip kenyataan (realitas).

SUPEREGO    : Hanya khusus untuk meladeni tujuan gerak, artinya suatu tataran ego yang berlebihan, contohnya untuk control seks dan agresi. Apabila terjadi kesewenang-wenangan maka dapat membahayakan masyarakat.
Superego dapat pula berwujud sebagai wakil kepribadian dari cita-cita masyarakat atau nilai-nilai dari orang tua ke anak, hasil sosialisasi dan adat tradisi.
Id, Ego dan Superego merupakan tiga sistem dalam diri manusia yang apabila bersatu dengan harmonis maka akan timbul kestabilan. Sebaliknya apabila terjadi ketidakseimbangan maka akan menciptakan kelabilan pada manusia.
2.  STRUKTUR HUKUM PRANATA
-    Tata Hukum Indonesia
Tata hukum Indonesia : mempelajari hukum yang sekarang berlaku di Indonesia. Objeknya adalah hukum positif Indonesia. ‘Berlaku’ berarti  yang memberi akibat hukum bagi peristiwa-peristiwa atau perbuatan-perbuatan didalam masyarakat pada saat ini.
Demikian maka Tata Hukum Indonesia itu menata, menyusun, mengatur ketertiban masyarakat Indonesia.
-    Sumber-sumber Hukum Formil
Hukum, pada suatu tempat dan suatu waktu perlu untuk diketahui asal aturannya atau ketentuan-ketentuan hukum positifnya.
Tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tersebut disebut sumber hukum dalam artian formil.
Hukum formil
Sumber hukum formil terdiri dari :
         Undang-undang Yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
         Yurisprudensi Yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim
         Traktat Yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
         Kebiasaan Yaitu hukum yang terletak didalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)
Hukum Sipil dan hukum Publik
Dari segala pembagian hukum maka yang terpenting diketahui sehubungan dengan bahasan HPP adalah Hukum Sipil dan Hukum Publik.
1. Hukum Sipil (Hukum Privat)
Hukum Sipil dalam arti luas, meliputi : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Hukum Sipil dalam arti sempit meliputi Hukum Perdata saja.
2. Hukum Publik (Hukum Negara)
Hukum publik terdiri dari :
        Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan  satu sama lain, dan hubungan antar negara (Pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara.
        Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan  alat-alat perlengkapan negara.
Hukum Publik
        Hukum Pidana (pidana=hukuman), yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara ke muka Pengadilan.
        Hukum Internasional, terdiri dari :
- Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara- warganegara suatu negara dengan warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional
- Hukum Publik Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional.
Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana
  1. Perbedaan Isinya
           Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan  orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
         Hukum Pidana mengatur hubungan-hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
b. Perbedaan Pelaksanaannya
Ú  Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang mengadu menjadi pengguggat dalam perkara itu.
Ú  Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-norma pidana (tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi pengguggat adalah Penuntut Umum (Jaksa).
3.  Contoh-contoh umum dan studi bandig
Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia, baik sebagai tempat bekerja, usaha, pendidikan, sarana olah raga dan rekreasi, serta sarana lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujuan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal (dapat dipercaya, KBBI.), berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Dewasa ini bangunan gedung di Indonesia telah diatur dalam dasar hukum yang kuat, yaitu dalam bentuk undang-undang yang memiliki aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah. Undang-undang dimaksud adalah UU nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2002. Sebagai aturan pelaksanaannya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 tahun 2002 tentang bangunan gedung, yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 September 2005.
Pada dasarnya setiap orang, badan, atau institusi bebas membangun bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan, kesediaan dana, bentuk, konstruksi, dan bahan yang digunakan. Namun, masyarakat perlu memahami tentang undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai aturan hukum yang mengatur bangunan gedung, agar dapat melaksanakan penyelenggaraan bangunan gedung secara benar. Selain masyarakat umum, orang-orang yang menggeluti disiplin ilmu teknik sipil, arsitek, perencanaan wilayah, lingkungan hidup, hukum, dan penilaian juga perlu memahami aturan hukum dimaksud karena erat kaitannya dengan disiplin ilmu yang dipelajari dan diterapkan. Selain itu, tentunya para pihak yang terkait langsung dengan bangunan gedung sangat perlu mempelajari ketentuan hukum dimaksud , seperti penyedia jasa konstruksi, kontraktor, konsultan manajemen, pengawas bangunan, dan birokrat yang berwenang menerbitkan IMB (Izin Membangun Bangunan).
Marihot P. Siahaan, S.E., M.T. dalam bukunya "Hukum Bangunan Gedung di Indonesia"
Tulisan diatas merupakan pengantar tentang hukum bangunan, sedangkan tentang pranata pembangunan mari kita simak tulisan di bawah ini:
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permasalahan dalam pembangunan menjadi semakin kompleks. Artinya ruang yang dibangun oleh manusia juga mengalami banyak masalah. Salah satu masalah adalah persoalan mekanisme/ikatan/pranata yang menjembatani antara fungsi satu dengan fungsi lainnya. Masalah ke-pranata-an ini menjadi penting karena beberapa hal akan menyebabkan turunnya kualitas fisik, turunnya kualitas estetika, dan turunnya kuantitas ruang dan materinya, atau bahkan dalam satu bangunan akan terjadi penurunan kuantitas dan kualitas bangunan tetapi biaya tetap atau menjadi berlebihan.
Pranata dalam pengertian umum adalah interaksi antar individu/kelompok dalam kerangka peningkatan kesejahteraan atau kualitas hidup, dalam arti khusus bahwa terjadi interaksi antar aktor pelaku pembangunan untuk menghasilkan fisik ruang yang berkualitas. Pranata di bidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan sistem, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi berbeda dan menciptakan anomaly yang berbeda sesuai kasus masing-masing.
Dalam penciptaan ruang (bangunan) dalam dunia profesi arsitek ada beberapa aktor yang terlibat dan berinteraksi, adalah pemilik (owner), konsultan (arsitek), kontraktor (pelaksana), dan unsur pendukung lainnya.
Keterkaitan antar aktor dalam proses kegiatan pelaksanaan pembangunan mengalami pasang surut persoalan, baik yang disebabkan oleh internal didalamnya dan atau eksternal dari luar dari ketiga fungsi tersebut. Gejala pasang surut dan aspek penyebabnya tersebut mengakibatkan rentannya hubungan sehingga mudah terjadi perselisihan, yang akibatnya merugikan dan/atau menurunkan kualitas hasil.
Ir. Budi Sudarwanto, MSi. dalam tulisannya dihttp://arsitekturberkelanjutan.blogspot.com
II. UNDANG – UNDANG DAN PERATURAN PEMBANGUNAN NASIONAL
  Hukum Tata Negara
Proklamasi Kemerdekaan  Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia.Namun proklamasi kemerdekaan bukanlah tujuan, semata-mata alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan negara , yakni membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dimulai sejak hari Proklamasi Kemerdekaan itu sejarah bangsa Indonesia meletakkan kedaulatannya, sejarah berdaulat menyusun Pemerintahannya. Dasar-dasar pemerintahan suatu negara pada umumnya terletak dalam UUD bangsa yang bersangkutan. Bagi bangsa Indonesia maka sejarah pemerintahannya dimulai sejak berlakunya UUD I, UUD 1945, dan terakhir UUD 1945 yang telah diamandemen tahun 2003.
  Sistem Pemerintahan Negara
Sistem Pemerinahan Negara yang ditegaskan dalam Undang-undang Dasar adalah :
      Indonesia ialah negara yang berdasar atas Hukum. Negara Indonesia tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
      Sistem Konstitusional
      Pemerintah berdasarkan atas sistem Konstitusi (Hukum Dasar) tidak bersifat  absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)
      Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
      Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah Majelis
      Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Keduanya merupakan mitra kerja yang sejajar.

      Menteri negara ialah pembantu Presiden.
      Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator.

Dalam sistem, MPR memilki perangkat dan aparat. Contoh; UUD 45, TAP, GBHN.
Namun ada juga aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bagaimana Hubungannya ? 


UU


Hubungan Lembaga Tinggi Negara                                                                                                                                              

PERDA

PP

UU

UUD 1945

PERDA

PP










UU No. 5 Th. 1974
-                  Pokok-pokok pemerintahan di daerah. Jadi peraturan didaerah ada yang dari pusat dan ada pula yang dari daerah.
-                  Dirjen dan Sekwilda adalah perangkat pemerintah
-                  Mentri (pembantu Presiden) _ bidangnya sektoral
-                  
Untuk tiap-tiap daerah di Indonesia presiden dibantu Gubernur









Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Issu Otonomi Daerah terus hangat seputar tatanan struktur kewenangan serta garis komando antara pusat dan daerah. Sebenarnya hal ini sejak lama telah mengakar dengan adanya Konteks Desentralisasi dan Dekonsentrasi.
Sistem Pelaksanaan
PROGRAM
SUMBER DAYA
PERANGKAT PELAKSANAAN
DEKONSENTRASI  
Pusat
Pusat
Pusat
DESENTRALISASI
Daerah
Daerah
Daerah
BANTUAN
Pusat
Pusat
Daerah

Adanya pemerintah daerah yang bersifat otonom adalah sebagai konsekuensi dilaksanakannya asas desentralisasi, yaitu asas penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau daerah otonom diatasnya yang selanjutnya menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Sedangkan asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala wilayah instansi vertikal diatasnya kepada aparat didaerah.
III. Undang-undang dan Peraturan Pembangunan Nasional
  UU No.24 Th.1992  tentang Tata Ruang
R u a n g :
Adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah , tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya (Pasal 1 UUPR)
Adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas lingkungan hidup yang layak (Dr.D.A Tisnaamidjaja, 1985).
Ú  Ruang sebagai salah satu sumber daya alam tidaklah mengenal batas, akan tetapi apabila ruang dikaitkan dengan peraturannya, maka haruslah jelas batas-batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan. Dengan demikian, ruang wilayah negara Indonesia merupakan asset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu dan sefektif mungkin dengan memperhatika faktor-faktor ipoleksosbudhankam serta kelestarian lingkungan untuk menopang pembangunan nasiional demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain, wawasan penataan ruang wilayah Negara RI adalah Wawasan Nusantara.
Tata Ruang :
Adalah wujud strutural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Wujud struktural pemanfaatan ruang yang dimaksud adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural hubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang.
Pola pemanfaatan ruang yang dimaksud adalah diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.
Penataan Ruang :
Adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kawasan Pedesaan  :
Adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Kawasan Perkotaan :
Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Wilayah :
Adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif disebut “wilayah pemerintahan”.Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional disebut “kawasan”.
Pemanfaatan Ruang :
Adalah usaha untuk memanifestasikan rencana tata ruang kedalam bentuk program-program pemanfaatan ruang oleh sector-sektor pembangunan, yang secara teknis didasarkan pada pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna  air, tata guna udara dan tata guna sumber daya lain seperti hutan perkebunan dan pertambangan.
Hukum Tata Ruang :
Adalah sekumpulan asas, pranata, kaidah hukum yang mengatur hal ikhwal yang berkenaan dengan hak, kewajiban, tugas, wewenang pemerintah serta hak dan kewajiban masyarakat dalam upaya mewujudkan tata ruang yang terencana dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumber daya manusia yang ada, berdasarkan kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Pasal-pasal dalam UUPA menjamin hak-hak atas tanah, mengandung sifat-sifat dapat dipertahankan terhadap gangguan dari siapapun. Sifat-sifat yang demikian itu merupakan jaminan aspek tanah atas keamanan bangunan yang dibangun diatasnya.
Macam-macam hak atas tanah untuk bangunan bergantung pada subjek hak dan jenis penggunaan tanahnya, jadi bukan karena memperhatikan luas tanahnya. Orang perorangan dapat memperoleh hak milik atas tanah dan bangunan sepanjang batasan luas yang wajar untuk bangunan atau sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan pemerintah setempat.
Ú  Hak menguasai Negara :
       Sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ú  Hak milik :
       Adalah hak turun temurun , terkuat dan terpenuhi.
Ú  Hak Guna Usaha
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (bukan miliknya sendiri), dalam jangka waktu paling lama 25 tahun dan atau 35 tahun dan sesudahnya dapat diperpanjang hingga paling lama 25 tahun.
Ú  Hak Guna Bangunan
       Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya.
Ú  Hak Pakai
       Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain (bukan perjanjian sewa-menyewa, bukan pengolahan tanah)
Ú  Hak Sewa untuk bangunan
       Hak untuk mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa.
IV.UNDANG – UNDANG DAN PERATURAN PEMBANGUNAN NASIONAL
 UU No.4 th 1992 tentang Pemukiman
        Semua manusia/warga negara berhak untuk memiliki tempat tinggal/mendiami rumah.
        Semua manusia/warga negara berhak untuk membangun rumah
        Semua manusia/warga negara berkewajiban untuk memelihara dan mengelola rumah secara baik.
        Pada tahun 1983 berkembang issu-issu kebutuhan dasar (primer) manusia, seperti Sandang, Pangan, Papan bahkan Pendidikan.
        Pembangunan perumahan ditujukan selain untuk memenuhi kebutuhan papan, juga untuk mengarahkan pembangunan lainnya seperti pendidikan, industri dsb. Dan menunjang ekonomi, sosial dan budaya.
        Setiap orang dapat membangun rumah tentunya dengan keharusan memenuhi persyaratan teknis, administrasi dan ekologis.
        Rumah dapat dijadikan agunan hutang. Rumah juga bisa dialihkan, dijualbelikan, dihibahkan dan diwariskan.
        Pembangunan perumahan dilakukan diperletakan-perletakan tanah untuk bangunan / persil. Kavling = suatu proses menjadi rumah. Kavel = hasil-hasil.
        Kavling tidak boleh dijual tanpa bangunan karena berarti jual beli tanah. Baik badan usaha, pihak perumnas tidak boleh melakukan hal itu kecuali bekerjasama dengan pemerintah.
        Kawasan Siap Bangun (KSB) : kawasan dimana kavling sudah tersedia dan ada sarana-sarana/fasilitas seperti selokan, PAM, Pelayanan sosial, jalan.
        
Baik Perorangan maupun swasta boleh menjual milik-milik dalam KSB syaratnya dengan konsolidasi tanah.







Apabila telah di kavel dan ada jalan biasanya harga tanah naik.
Perencanaan dan pembangunan dikawasan besar dilakukan dengan satuan-satuan perumahan atau satuan unit terkecil. Dianjurkan pada zoning perumahan seperti ini ada center, housing sector, housing district.
Untuk mewujudkan permukiman yang layak,sehat,aman dan serasi serta berlandaskan pancasila,peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan perlu diupayakan. Untuk itu dibuatlah UU NO 4 TAHUN 1992 yang mengatur tentang perumahan dan permukiman. Undang-undang ini terdiri dari 42 pasal yang terbagi dalam 8 bab. Berikut ini adalah penjelasan singkat undang2 tersebut tiap bab-nya.
  • Bab kesatu,KETENTUAN UMUM (pasal 1dan 2),dalam bab ini dijelaskan mengenai rumah,perumahan,permukiman dsb dan tentang lingkup peraturan.
  • Bab kedua,ASAS DAN TUJUAN (pasal 3 dan 4) menjelaskan tentang tujuan penataan perumahan dan permukiman.
  • Bab ketiga,PERUMAHAN ( pasal 5 s/d 17) menjelaskan aturan2 tentang hak dan kewajiban WN dalam pembangunan perumahan.
  • Bab keempat,PERMUKIMAN (pasal 18 s/d 28) menjelaskan bahwa rencana tata ruang ditetapkan oleh pemda,pemerintah memberi bimbingan dan bantuan kpd masyarakat dalam pengawasan bangunan untuk meningkatkan kualitas permukiman.
  • Bab kelima,PERAN SERTA MASYARAKAT (pasal 29) berisi tentang hak dan kewajiban yg sama bagi tiap WN dalam pembangunan.
  • Bab keenam,PEMBINAAN (pasal 30-35) menjelaskan bahwa pemerintah melakukan pembinaan agar masyarakat menggunakan teknologi tepat guna.
  • Bab ketujuh,KETENTUAN PIDANA (pasal 36-37) berisi tentang sanksi yang diterima bila melakukan pelanggaran terhadap peraturan2 di atas
  • Bab kedelapan,KETENTUAN LAIN2 (pasal 38-40) mengatur tentang pencabutan badan usaha yang melakukan pelanggaran atas pasal2 di atas

Contoh aplikasi dari UU NO 4 TAHUN 1992 :

Pada kasus 2 janda pahlawan,nenek Soetarti dan Rusmini yang terkena kasus dgn pegadaian mereka digugat dgn pasal 36 ayat 4 UU NO 4 TAHUN 1992,"setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 12 ayat 1 dipidana dgn pidana penjara selama-lamanya 2 tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp.20.000.000" karena dituduh menempati rumah yg bukan hak miliknya.Sedangkan isi pasal 12 ayat 1,
"penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik"
Kedua nenek tersebut dituntut karena menempati rumah dinas yg terletak di Jatinegara,Jakarta Timur.
BAB III
KESIMPULAN
Hukum adalah landasan kebijakan-kebijakan yang diciptakan gunamengatur dan melindungi seseorang dalam segala sesuatu yang dilakukannya. Dalam arsitektur hukum berfungsi sebagai metoda landasan hukum yang berfungsi melindungi owner, arsitek itu sendiri serta semua orang yang berkecimpungan dalam proses pembangunan. contoh dalam pengaplikasiannya seorang arsitek harus memperhatikan tiga aspek yang telah disebutkan di atas, yaitu :
*firmitas (kekuatan dalam konstruksi)
*utilitas (kegunaan atau fungsi)
*venustas (keindahan atau estetika)
Reference:

Mudjiono SH, Pengantar Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1991

Asep Warlan, Bahan Kuliah Pranata Pembangunan, Univ. Parahyangan Bandung, 1997
E. Utrecht, Moh.Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1983
Abd. Kadir, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992
Johara T. Jayadinata, Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, ITB Bandung, 1986
Ir. Djoko Sujarto, Beberapa Pengertian Tentang Perencanaan Fisik, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 1985
Imam Supomo, Hukum Perburuhan Bidang Tenaga Kerja, Penerbit Djambatan, 1975